Rabu, 31 Desember 2008

PENELITIAN

Konsep Skemata

 
 

         Skemata termasuk ke dalam pranata pengetahuan berskala besar yang tersimpan. Konfigurasi pengetahuan itu mempunyai empat perspektif (de Beaugrande, 1980:163). 1) pengetahuan dipandang sebagai urutan yang unsur-unsurnya ditata dengan akses unsur-unsur yang relevan. Perspektif ini disebut frame. 2) Pengetahuan dapat dipandang sebagai progress di mana unsur-unsurnya terjadi selama aktualisasi. Perspektif ini disebut skemata. 3) pengetahuan dipandang sebagai yang relevan sebagai rencana seseorang di mana unsur-unsurnya memajukan perencanaan menuju tujuan. Perspektif ini disebut plans, dan 4) Pengetahuan dapat dipandang sebagai sikap yang dinamakanscript yang elemen-elemennya merupakan instruksi-instruksi bagi partisipan tentang apa yang akan mereka katakan atau lakukan dalam aturan reseptifnya.

          Keempat perpektif ini meliputi suatu gradasi dari akses umum menuju operasional dan tatanan langsung. Frame dan skemata lebih berorientasi pada susunan pengetahuan di dalam sedangkan plans dan script refleksi kebutuhan manusia untuk melakukan sesuatu di dalam interaksinya tiap hari. Skema adalah frame yang diletakkan pada susunan berseri, plan merupakan skema tujuan langsung dan script penyeimbang sosial plan

         Selanjutnya van Dijk mengemukakan bahwa skemata dikatakan sebagai 'struktur-struktur pengetahuan tingkat tinggi yang kompleks (dan bahkan konvensional atau tetap) ( dalam Brown and Yule,1985:246). yang berfungsi sebagai 'perancah ideasi' (ideational scaffolding – Anderson, dalam Brown and Yule, 1985:246) dalam menyusun dan menafsirkan pengalaman Dalam pandangan yang tajam, skemata dianggap sebagai deterministis menjadikan orang yang mengalami cenderung untuk menafsirkan pengalamannya dengan cara yang tetap.

         Tannen dan Anderson (dalam Brown danYule, 1985:247 ) memperoleh konsep 'skema' mereka dari tulisan-tulisan Barlett (dalam Taylor1990:23). Barlett yakin bahwa ingatan kita akan wacana tidak berdasarkan reproduksi murni, tetapi konstruktif. Proses konstruktif ini menggunakan informasi dari wacana yang dijumpai bersama-sama dengan pengetahuan dari pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan wacana yang dihadapi untuk membentuk realisasi mental. Menurut Barlett, pengalaman masa lalu itu tidak mungkin berupa kumpulan peristiwa dan pengalaman sendiri berturut-turut, tetapi pasti teratur dan dapat dikuasai – yang telah lalu bekerja sebagai massa yang teratur dan bukan sekelompok unsur yang masing-masing mempertahankan sifatnya yang khusus. Yang memberi struktur kepada massa yang teratur itu adalah skema yang oleh Barlett tidak dikemukakannya sebagai suatu bentuk penataan, tetapi sebagai sesuatu yang tetap aktif dan berkembang. Ciri aktif inilah yang digabungkan dengan pengalaman pada sebuah wacana tertentu, menyebabkan proses-proses konstruktif dalam ingatan

        Struktur intern suatu skemata terdiri dari variabel-variabel yang dapat diasosiasikan dengan aspek-aspek yang berlainan dalam lingkungan pemakaiannya. Pengetahuan seperti nilai khusus variabel-variabel dan hubungan di antaranya disebut kendala variabel. (Taylor, 1990:23) Kendala variabel itu mempunyai dua fungsi yang penting dalam teori skema. Pertama-tama, kendala variabel dapat digunakan untuk mengenali berbagai aspek situasi dengan variabel-variabel skema. Kedua, kendala variabel dapat berfungsi sebagai unsur atau nilai yang diperlukan dalam membuat terkaan awal bagi variabel-variabel yang nilainya belum kita ketahui.

        Adapun struktur pengendalian skemata beranjak dari dua sumber dasar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan skemata yang masing-masing diacu sebagai pengaktifan atas ke bawah dan pengaktifan bawah ke atas. Pengaktifan bawah ke atas bermula dari rincian menuju ke keseluruhan. Sebaliknya pengaktifan atas ke bawah bermula dari keseluruhan.

        Pemrosesan skema itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu peristiwa terjadi pada pancaindera. Terjadinya peristiwa itu secara otomatis akan mengaktifkan skemata bawahan tertentu. Skemata bawahan itu, pada gilirannya akan mengaktifkan (berdasarkan data) skemata atasan tertentu, yang merangkum skema tersebut sebagai bagiannya. Skemata atasan itu kemudian akan mengaktifkan (berdasarkan konsep) subskemata yang belum diaktifkan untuk menguji kesesuaian atau kecocokannya. Pada saat tertentu, apabila salah satu dari skemata atasan telah memperoleh hasil positif, skema itu akan mengaktifkan skemata yang lebih tinggi lagi, dan bahkan akan mencari bagian-bagian lain yang lebih besar.

        Skema yang lebih tinggi atau lebih abstrak itu akan mengaktifkan (berdasarkan pengaktifan atas ke bawah) skema bagian yang lain dan pengaktifan itu berjalan melalui skematanya kembali ke bawah sampai ke skemata tingkat bawahan. Skemata tingkat bawahan akhirnya akan berhubungan dengan skemata lain yang telah diproses berdasarkan pengaktifan bawah ke atas atau akan mulai mencari masukan inderawi "yang diramalkan".

 
 

 
 

Strategi Skemata

 
 

        Skemata dalam konsep pemikiran van Dijk (1983:237) dimasukkan ke dalam superstruktur wacana. Menurutnya perangkat superstruktur biasanya memiliki strategi yang alami. Penggunaan bahasa normalnya tidak menunggu hingga akhir keseluruhan episode atau hingga akhir keseluruhan wacana sebelum mempertimbangkan fungsi-fungsi skemata dari informasi lokal atau umum. Salah satu kategori sebuah skemata sudah dirancang, pengetahuan tentang struktur skemata memungkinkan penggunaan bahasa untuk mengantisipasi informasi dalam teks yang kemudian akan merupakan fasilitas membaca dan memahami. Pengetahuan itu sendiri berhubungan dengan kontekstual dan struktur tekstual. Strategi skemata terdiri dari informasi budaya, konteks sosial dan interaksi, informasi pragmatik

 
 

Informasi Budaya

       Puisi, cerita, artikel psikologis, dan wacana ruang pengadilan merupakan tipe wacana yang memiliki karakteristik secara kultural bervariasi dalam peristiwa komunikatif. Aspek-aspek budaya dari wacana ini serta dasar strategi pemahaman yang terkandung di dalamnya mengungkapkan fakta-fakta tipe konteks, tipe teks dan skemata yang beragam menurut budaya. Dari studi etnografi komunikasi dan dari studi eksperimen menjadi jelas dalam skemata wacana-wacana tersebut memperlihatkan perbedaan budaya satu dengan budaya lainnya.

 
 

Konteks Sosial dan Interaksi

      Di luar kerangka budaya, pengguna bahasa berpastisipasi dalam peristiwa komunikasi lebih atau kurang dalam latar sosial yang disepakati. Fitur-fitur konteks interaksi secara sistematis berhubungan dengan struktur skemata wacana, contoh pengguna bahasa mungkin membuat inferensi tentang kategori-kategori skema aktual. Kendala interaksi yang sukses merupakan cerminan dalam kategori-kategori yang disepakati selama berlangsungnya pembicaraan. Jadi, tidak hanya konteks global tetapi juga skemata wacana bergantung pada properti-properti konteks sosial: pembicara mungkin akan menyarankan, menyemangati atau juga menyuruh pendengar..

 
 

Informasi Pragmatik

        Karena wacana sebagian besar menggunakan performansi tindak ujar, konteks interaksi memungkinkan inferensi tindak tutur yang ditampilkan oleh pembicara. Tidak hanya terdapat hubungan yang sistematis antara tindak ujar global dan isi semantik global tetapi urutan kategori skemata bergantung pada informasi pragmatik. Beberapa tipe teks tidak didefinisikan dalam term-term struktur gaya permukaan atau isi semantik dan skemata tetapi semua term-term pragmatik. Pada cerita hipotesis strategi secara sederhana bahwa episode pertama merupakan informasi yang dimilikinya pada latar. Apabila kalimat pertama cerita mendeskripsikan waktu, tempat, partisipan, situasi maka makroposisi pertama merupakan kategori latar. Dalam suatu percakapan memilki determinasi yang berlaku secara konvensi seperti menyapa pada permulaan dan harapan pada akhir pertemuan

 
 

 
 

Beberapa Skemata

 
 

        Sebelum menginjak pada skemata yang dikemukakan penutur asing yang belajar bahasa Indonesia terlebih dulu akan dikemukakan profil yang berhubungan dengan siswa tersebut. Darmasiwa yang belajar di Universitas Muhammadiyah Malang terdiri dari lima orang yang berasal dari Negara Finlandia, Australia, Jepang dan Madagaskar. Juha Joose Samuli adalah siswa dari Finlandia yang tengah menempuh perkuliahan di salah satu Universitas di Helsinski jurusan manajemen dan bekerja di sebuah counter Lo Real. Siswa yang berasal dari Australia terdiri dari dua orang, yakni Rachael Louise Ratican dan Katherine Purwanto. Rachael berasal dari Adelaide berayah Amerika dan beribu Australia. Katherine berasal dari Perth berayah Indonesia dan beribu Australia. Razafindrakoto Miora berasal dari Madagaskar yang berayah keturunan Kerajaan Majapahit dan Beribu dari Perancis bekerja di Kedubes RI di Madagaskar . Terakhir

Asuka Sasaki berasal dari Jepang yang bermukim di Hiroshima.

        Skemata yang dikemukakan mahasiswa meliputi materi yang disajikan dalam perkuliahan, yakni tentang pengemis, perlakuan pria pribumi terhadap wanita asing, pencopet, perlakuan pemerintah, lapindo, TKW, pergaulan intim, pakain dan jam karet.

 
 

Pengemis

        Konsep tentang pengemis beranjak dari penafsiran puisi "Kepada Peminta-minta" karya Toto Sudarto Bachtiar. Mereka tidak begitu kenal dengan pengemis karena di negara mereka kehidupan sosial relatif setara tidak ada kesenjangan sosial yang begitu jauh. Orang Finlandia berpendapat bahwa di negaranya tidak terjadi kesenjangan sosial yang begitu tajam karena adanya perbedaan pungutan pajak yang beragam berdasarkan tingkat penghasilan penduduk. Tiap warga dijamin bersekolah gratis hingga sarjana. Sebagian besar penduduk bekerja mulai usia 15 tahun, untuk laki-laki biasanya mereka bekerja di gudang sedangkan untuk perempuan biasanya mereka bekerja di toko sebagai pramuniaga. Ketika usia delapan belas mereka sudah mandiri, tinggal di apartemen dan hidup dengan pilihan sendiri. Upah minimum di Eropa 7 euro per jam. Di Australia tidak ada pengemis karena bagi warga yang tidak bekerja mendapat tunjangan dari pemerintah. Di Jepang tidak ada pengemis tetapi banyak yang bunuh diri karena banyak yang frustasi dengan sistem kerja yang diterapkan yang dimulai pukul 09.00 pagi hingga pukul 12.00 malam. Di Madagaskar tidak ada pengemis karena sebagian besar penduduk bekerja tetapi ada juga yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuhnya terutama kebanyakan dari mereka berstatus dokter, tetapi bekerja sebagai supir taksi.

        Berdasarkan informasi budaya yang disampaikan dalam bentuk tuturan secara suprastruktur tergambar bahwa orang Indonesia pada umumnya kurang biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan.

 
 

Perlakuan Pria Pribumi terhadap wanita asing

        Bagi siswa dari Finlandia dan Australia perlakuan penduduk terhadap mereka agak kasar karena sebagian besar pria yang duduk di jalanan berani menggoda sekalipun mereka tengah berjalan dengan pacar mereka. Di negara mereka hal itu tidak akan terjadi karena biasanya akan terjadi perkelahian antara teman pria dan si penggoda Orang Jepang dan Madagaskar tidak mengalami hal demikian.

       Orang Australia beranggapan bahwa orang Indonesia memiliki pandangan negatif terhadap orang bule karena berbagai tayangan tv yang menayangkan pakaian orang bule yang kurang sopan yang seolah-olah ada pencitraan bahwa orang bule dekat dengan pornografi. Orang Jepang menganggap dia tidak mengalami perlakuan yang tidak baik dari pria pribumi karena dia memiliki wajah yang mirip dengan orang Indonesia. Orang Madagaskar beranggapan perlakuan yang tidak baik dari pria pribumi bergantung pada sikap yang ditunjukan kita.

       Berdasarkan informasi budaya dan pragmatik yang dikemukakan tergambar bahwa skemata perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks.

 
 

Pencopet

       Pengalaman mereka terhadap pencopet atau penodong di Indonesia beragam Orang Australia menganggap bahwa pencopet lebih mendekati orang yang berkulit bule karena disangka mereka kaya dan tidak dapat berbahasa Indonesia sehingga tidak bisa melawan Orang Jepang dapat menegur pencopet ketika dia merasa dompetnya ada yang mengambil dari dalam tas tangan yang dia bawa. Orang Finlandia dapat menghadapi penodong dengan santai sewaktu dia berwisata ke Wonosobo.

       Dari penuturan dan informasi budaya yang diberikan dapat digambarkan skemata pencopet Indonesia menurut mereka kurang canggih. Dapat ditafsirkan para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu.

 
 

Kinerja Pemerintah

      Perlakuan pemerintah Indonesia terhadap darmasiswa plus tidak jelas. Mereka diperlakukan sebagai TKA dengan jam mengajar yang banyak dan pencairan beasiswa yang tidak lancar. Terhadap perlakuan yang adil tersebut mereka tidak mengetahui tempat untuk mengadu. Semua lembaga pendidikan yang dia hubungi baik di daerah maupun di pusat saling lempar tanggung jawab.

      Skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus.

 
 

Lumpur Lapindo

       Orang Australia menganggap penanganan lumpur Lapindo dengan cara pendropan bola besar ke dalam pusat lumpur merupakan tindakan bodoh karena akan memunculkan semburan lumpur yang baru. Orang Australia yang lain percaya dengan ramalan cenayang Mamah Lauren yang mengatakan dengan adanya kasus lumpur Lapindo akan mengakibatkan Jawa Timur terpisah dari Pulau Jawa.

       Skemata tentang orang Indonesia yang tidak terlalu pintar kelihatannya begitu melekat sehingga dia tidak tahu bahwa penanganan lumpur Lapindo dengan menggunakan bola-bola beton itu dilakukan para pakar dari salah satu institut terkenal di Indonesia.. Untuk mengubah skemata tentang orang Indonesia yang tidak terlalu pintar perlu upaya memperkenalkan beberapa pakar Indonesia yang telah berhasil dengan berbagai penemuan yang telah mereka lakukan

 
 

TKI

      Pengiriman serta pelakuan TKI di Indonesia merupakan suatu masalah besar. Menurut orang Jepang kebiasaan itu tidak terjadi di negaranya, mereka memiliki kebiasaan mengirim warganya ke luar negeri dalam rangka tugas belajar. Orang Madagaskar menganggap pengiriman TKI terjadi karena Indonesia sering dilanda bencana.

Dari pernyataan mereka di atas tergambar skemata tentang TKI Indonesia memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas.

 
 

Pergaulan Intim

      Pembicaraan tentang pergaulan intim beranjak dari artikel Dr. Boyke yang berjudul "Hubungan Intim Pranikah Wajarkah?" Pergaulan intim dalam masa pacaran bagi orang Indonesia merupakan sesuatu yang tabu karena sebagian masyarakat Indonesia tidak dapat menerimanya. Di dalam artikel itu disebutkan bahwa kebiasaan hubungan intim sebelum nikah biasanya dilakukan para pria untuk mengetahui keperkasaannya dan setelah itu mereka akan meninggalkan pasangannya. Perlakuan yang demikian mengakibatkan kesengsaraan bagi sebagian besar para wanita. Bagi orang Finlandia, Australia dan Madagaskar , artikel itu bersifat kekanak-kanakan.. Orang Jepang tidak secara eksplisit mengatakan demikian tetapi dia berpendapat bahwa di Jepang subjek yang melakukan adalah berbeda. Di Jepang yang sering melakukan hubungan intim sebelum menikah adalah wanita. Secara umum pendapat mereka mengindikasikan bahwa bagi mereka moral sosial dalam pergaulan tidak menjadi ukuran tetapi yang menjadi ukuran adalah tingkat tanggung jawab pribadi.

       Skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesia dianggap tabu menurut mereka sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

 
 

Cara Berpakaian

      Orang Australia merasa tidak nyaman di Indonesia karena mereka tidak bebas berpakaian yang biasa mereka pakai di negaranya. Mereka heran dengan orang Indonesia yang tidak memberikan reaksi negatif terhadap penduduk dari bangsa lain yang menggunakan pakaian yang sama dengan mereka. "Kami telah berusaha menyesuaikan diri dengan orang Indonesia dengan memakai pakaian yang sopan tetapi orang Indonesia tidak berusaha menyesuaikan diri dengan kami dengan tetap tidak menghargai kami."

      Skemata tentang pakaian menggambarkan bahwa orang Indonesia kurang konsisten di dalam memandang cara berpakaian orang Australia.

 
 

Jam Karet

      Tentang jam karet yang berlaku dalam kehidupan orang Indonesia merupakan skemata yang umum dan ini juga diinformasikan mereka ketika mereka akan mengikuti lomba pidato di salah satu perguruan tinggi di Malang. Mereka mengatakan "Kegiatan dimulai pukul 08.00, tapi paling-paling jam 09.00 baru dimulai"

     Agar gambaran skemata yang telah dikemukakan para penutur asing si atas menjadi lebih jelas maka dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No.

Materi

Skemata

1.

Pengemis

Orang Indonesia tidak biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan

2.

Perlakuan Pria Pribumi terhadap Wanita Asing

Perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks

3.

Pencopet

Para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu

4.

Kinerja Pemerintah

Pemerintah Indonesia yang kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus

5.

Lumpur Lapindo

Orang Indonesia tidak terlalu pintar.

6.

TKI

TKI Indonesia yang memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas

No.

Materi

Skemata

7.

Pergaulan Intim

Hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesiadianggap tabu sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

8.

Cara Berpakaian

Orang Indonesia kurang konsisten di dalam memandang cara berpakaian mereka

9.

Jam Karet

Orang Indonesia biasa dengan jam karet.

Tabel Skemata Penutur Asing terhadap Budaya Indonesia

 
 

 
 

Perubahan Skemata

 
 

       Skemata terhadap kesembilan materi yang dibicarakan di atas menunjukkan bahwa tidak selamanya skemata tersebut bersifat tetap. Dari kesembilan skemata tersebut ada yang bersifat tetap dan ada yang mengalami perubahan, yakni tujuh skemata yang bersifat tetap dan dua skemata yang mengalami perubahan. Tujuh skemata yang tidak mengalami perubahan setelah mereka menyelesaikan perkuliahan, yakni (1) skemata tentang orang Indonesia yang pada umumnya kurang biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan, (2) skemata perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks, (3) skemata tentang para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu, (4) skemata tentang pemerintah Indonesia yang kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus, (5) skemata tentang orang Indonesia tidak terlalu pintar, (6) skemata tentang TKI Indonesia yang memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas, dan (7) skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesia dianggap tabu sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

      Adapun skemata yang mengalami perubahan adalah (1) skemata tentang cara pandang orang Indonesia terhadap cara berpakaian dan (2) skemata tentang kebiasaan jam karet. Skemata cara berpakaian mereka berubah setelah mereka berkunjung ke negaranya dan menganggap pakaian yang dipakai sebagian penduduk di negaranya tidak sopan seperti yang ditayangkan di televisi maupun yang dikenakan saudara mereka. Skemata tentang kebiasaan jam karet berubah karena praduga mereka tidak terjadi. Lomba pidato yang dikhawatirkan akan dilaksanakan molor ternyata tepat waktu. Demikian juga dengan ketepatan waktu pada pelaksanaan proses belajar mengajar yang mereka ikuti.

 
 


 

TEORITIS


 

Strategi Penelitian 


 


Berdasar ciri-ciri penelitian ini dan memperhatikan fokus kajian penelitian ini, maka orientasi teoritis atau perspektif teoritis yang digunakan adalahfenomenologis sebagaimana dikemukakan oleh Meltzer, Petras, dan Reynold (dalam Bogdan dan Biklen, 1982: 31) bahwa semua peneliti kualitatif dalam beberapa hal mencerminkan perspektif-fenomenologis. Artinya peneliti akan berusaha memahami apa makna kejadian dan interaksi bagi orang biasa pada situasi tertentu, di mana dalam hal itu terdapat pengarah tradisi Weber yang menekankan verstehen yakni pemahaman menurut tafsiran atas interaksi orang-orang. Untuk itu peneliti di dalam memahami obyek akan membuat tafsiran skema konseptual terlebih dulu (Bogdan dan Biklen, 1982: 3l).

Menurut Vredenbregt (1987:13) pendekatan verstehen pada tahap eksploratif peneliti harus memiliki pengertian yang dalam mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku bagi kelompok yang diteliti, sehingga peneliti tidak keliru menafsirkan makna obyek yang diteliti. Singkatnya dalam pendekatan verstehen ini, peneliti berusaha memahami pemahaman komunitas yang diteliti dengan tetap menyadari latar belakang kultural maupun latar belakang akademis peneliti sendiri. Dengan demikian, pendekatan verstehen ini harus ditemakan dari integrasi data yang ada, dan pengertian itu harus dapat dimengerti baik oleh komunitas yang diteliti maupun oleh peneliti sendiri (Glaser dan Strauss, 1967: 34-35).

Kedudukan Teori

    Dilihat dari aspek aksiologi tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006).

    Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung. Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan 'mengapa'.

    Penelitian kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya dan dapat disusun pada waktu penelitian berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki atau bahkan ditolak

Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substantif dan teori formal (Lexy J. Moleong, 1989 dan Mubyarto, et al, 1984). Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.

    Unsur-unsur teori meliputi (a) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya dan (b) hipotesis atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasan serta integrasi. Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasannya (property) adalah aspek atau unsur suatu kategori. Yang perlu ditekankan dalam penelitian kualitatif, bahwa status hipotesis ialah suatu yang disarankan, bukan sesuatu yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya. Jadi, dengan demikian peneliti sejak awal penelitian lapangan akan menjadi aktif menyusun hipotesis dalam rangka pembentukan teori. Keaktifan tersebut mencakup baik penyusunan hipotesis baru maupun verifikasi hipotesis melalui perbandingan antar kelompok.

    Contoh unsur-unsur teori menurut jenis teori substantif maupun teori formal dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel. 3. Unsur-usur Teori dan Contoh-contohnya

Unsur Teori

Jenis Teori

 

Substantif

Formal

Kategori

Kerugian masyarakat karena kematian pasien

Nilai sosial sesorang

Kawasan Kategori

Menghitung kerugian masyara-

kat atas dasar cirri pasien yang jelas dan dipelajari

Menghitung niali social seseorang atas dasar ciri-ciri yang jelas dan dipelajari

Hipotesis

Makin tinggi kerugian masyarakat dari pasien yang meninggal,

  1. makin baik perawatannya
  2. makin banyak perawat yang mengembangkan alas an kematian untuk menjelaskan kemati-nnya

Makin tinggi nilai masyarakat sesorang, makin kurang penundaan pelayanan yang diterimanya dari para ahli


 

Sumber : Glaser dan Strauss, 1980 dalam Lexy J. Moleong, 1989


 


 


 

Observasi
Definisi dan deskripsi umum

  • Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
  • Sebagai metode yang paling dasar dan paling tua, dasar karena dalam setiap aktivitas psikologi ada aspek observasi
  • Semua bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif mengandung aspek obsevasi
  • Dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister, 1994)


 


 

PENGERTIAN

  • Observasi

    Metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti

  • Pengertian sempit

    Pengamatan secara langsung terhadap gejala yang diselidiki baik dalam situasi alamiah maupun situasi buatan

  • Pengertian luas

    Termasuk pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut.


 

TUJUAN OBSERVASI
mendeskripsikan seting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati.


 

PENTINGNYA OBSERVASI, Patton (1990)

1. peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks

2. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientsai pada penemuan daripada pembuktian, dan mendekati masalah secara induktif. Pengaruh konseptualisasi (yang ada sebelumnya) ttg topik yang diamati berkurang

3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang oleh partisipan kurang disadari atau partisipan kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu

4. Memperoleh data tentang hal-hal yang tidak diungkapkan secara terbuka dengan wawancara

5. Mengatasi persepsi selektif dan peneliti dapat bergerak lebih jauh

6. Memungkinkan peneliti merefleksi & bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan.
Impresi & perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami fenomena

    

APA YANG DIOBSERVASI

  • Berdasarkan tujuan / variabel yang menjadi target
  • Ekspresi verbal, non verbal, respons verbal/non verbal/perilaku terhadap stimulus, atau kemunculan indikator khusus
  • Level observasi dapat aspek khusus dari perilaku, individu, kelompok, dan situasi/proses
  • Waktu (kapan, kecepatan, durasi), lokasi (tempat), penampakan eksterior (cara jalan, berpakaian), gaya bahasa (intonasi, pilihan kata)

Webb dkk (1966) & Denzin (1970)

  • Yang diobservasi :
  • Exterior physical signs : pakaian, gaya rambut, sepatu, tato, rumah, perhiasan dll
  • Expressive movements : gerakan-gerakan tubuh seperti gerakan mata, wajah, postur, lengan, senyum, kerutan dahi dll
  • Physical location : perhatikan personal space dan lingkungan fisik
  • Language behaviour : menyilangkan kaki dll
  • Time duration
  • Diterapkan pada kelas sosial, status, jender, dan sikap sosial

ETIKA OBSERVASI

  • Privacy subjek
  • Keamanan subjek
  • Persetujuan subjek
  • Perlindungan terhadap kenyamanan dan keamanan
  • Proses diseminasi informasi kepada para profesional dan komunitas ilmuwan
  • Pencegahan kecuragan dan penipuan terhadap subjek, kelompok atau masyarakat
  • Penggunaan oleh dirinya dan pihak lain dengan maksud negatif

    Pertimbangan diatas diterapkan pada 3 tahap penelitian yaitu rencangan penelitian, proses di lapangan, dan penulisan-publikasi


 


 


 

PENELITIN

Konsep Skemata

 
 

         Skemata termasuk ke dalam pranata pengetahuan berskala besar yang tersimpan. Konfigurasi pengetahuan itu mempunyai empat perspektif (de Beaugrande, 1980:163). 1) pengetahuan dipandang sebagai urutan yang unsur-unsurnya ditata dengan akses unsur-unsur yang relevan. Perspektif ini disebut frame. 2) Pengetahuan dapat dipandang sebagai progress di mana unsur-unsurnya terjadi selama aktualisasi. Perspektif ini disebut skemata. 3) pengetahuan dipandang sebagai yang relevan sebagai rencana seseorang di mana unsur-unsurnya memajukan perencanaan menuju tujuan. Perspektif ini disebut plans, dan 4) Pengetahuan dapat dipandang sebagai sikap yang dinamakanscript yang elemen-elemennya merupakan instruksi-instruksi bagi partisipan tentang apa yang akan mereka katakan atau lakukan dalam aturan reseptifnya.

          Keempat perpektif ini meliputi suatu gradasi dari akses umum menuju operasional dan tatanan langsung. Frame dan skemata lebih berorientasi pada susunan pengetahuan di dalam sedangkan plans dan script refleksi kebutuhan manusia untuk melakukan sesuatu di dalam interaksinya tiap hari. Skema adalah frame yang diletakkan pada susunan berseri, plan merupakan skema tujuan langsung dan script penyeimbang sosial plan

         Selanjutnya van Dijk mengemukakan bahwa skemata dikatakan sebagai 'struktur-struktur pengetahuan tingkat tinggi yang kompleks (dan bahkan konvensional atau tetap) ( dalam Brown and Yule,1985:246). yang berfungsi sebagai 'perancah ideasi' (ideational scaffolding – Anderson, dalam Brown and Yule, 1985:246) dalam menyusun dan menafsirkan pengalaman Dalam pandangan yang tajam, skemata dianggap sebagai deterministis menjadikan orang yang mengalami cenderung untuk menafsirkan pengalamannya dengan cara yang tetap.

         Tannen dan Anderson (dalam Brown danYule, 1985:247 ) memperoleh konsep 'skema' mereka dari tulisan-tulisan Barlett (dalam Taylor1990:23). Barlett yakin bahwa ingatan kita akan wacana tidak berdasarkan reproduksi murni, tetapi konstruktif. Proses konstruktif ini menggunakan informasi dari wacana yang dijumpai bersama-sama dengan pengetahuan dari pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan wacana yang dihadapi untuk membentuk realisasi mental. Menurut Barlett, pengalaman masa lalu itu tidak mungkin berupa kumpulan peristiwa dan pengalaman sendiri berturut-turut, tetapi pasti teratur dan dapat dikuasai – yang telah lalu bekerja sebagai massa yang teratur dan bukan sekelompok unsur yang masing-masing mempertahankan sifatnya yang khusus. Yang memberi struktur kepada massa yang teratur itu adalah skema yang oleh Barlett tidak dikemukakannya sebagai suatu bentuk penataan, tetapi sebagai sesuatu yang tetap aktif dan berkembang. Ciri aktif inilah yang digabungkan dengan pengalaman pada sebuah wacana tertentu, menyebabkan proses-proses konstruktif dalam ingatan

        Struktur intern suatu skemata terdiri dari variabel-variabel yang dapat diasosiasikan dengan aspek-aspek yang berlainan dalam lingkungan pemakaiannya. Pengetahuan seperti nilai khusus variabel-variabel dan hubungan di antaranya disebut kendala variabel. (Taylor, 1990:23) Kendala variabel itu mempunyai dua fungsi yang penting dalam teori skema. Pertama-tama, kendala variabel dapat digunakan untuk mengenali berbagai aspek situasi dengan variabel-variabel skema. Kedua, kendala variabel dapat berfungsi sebagai unsur atau nilai yang diperlukan dalam membuat terkaan awal bagi variabel-variabel yang nilainya belum kita ketahui.

        Adapun struktur pengendalian skemata beranjak dari dua sumber dasar yang dapat digunakan untuk mengaktifkan skemata yang masing-masing diacu sebagai pengaktifan atas ke bawah dan pengaktifan bawah ke atas. Pengaktifan bawah ke atas bermula dari rincian menuju ke keseluruhan. Sebaliknya pengaktifan atas ke bawah bermula dari keseluruhan.

        Pemrosesan skema itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu peristiwa terjadi pada pancaindera. Terjadinya peristiwa itu secara otomatis akan mengaktifkan skemata bawahan tertentu. Skemata bawahan itu, pada gilirannya akan mengaktifkan (berdasarkan data) skemata atasan tertentu, yang merangkum skema tersebut sebagai bagiannya. Skemata atasan itu kemudian akan mengaktifkan (berdasarkan konsep) subskemata yang belum diaktifkan untuk menguji kesesuaian atau kecocokannya. Pada saat tertentu, apabila salah satu dari skemata atasan telah memperoleh hasil positif, skema itu akan mengaktifkan skemata yang lebih tinggi lagi, dan bahkan akan mencari bagian-bagian lain yang lebih besar.

        Skema yang lebih tinggi atau lebih abstrak itu akan mengaktifkan (berdasarkan pengaktifan atas ke bawah) skema bagian yang lain dan pengaktifan itu berjalan melalui skematanya kembali ke bawah sampai ke skemata tingkat bawahan. Skemata tingkat bawahan akhirnya akan berhubungan dengan skemata lain yang telah diproses berdasarkan pengaktifan bawah ke atas atau akan mulai mencari masukan inderawi "yang diramalkan".

 
 

 
 

Strategi Skemata

 
 

        Skemata dalam konsep pemikiran van Dijk (1983:237) dimasukkan ke dalam superstruktur wacana. Menurutnya perangkat superstruktur biasanya memiliki strategi yang alami. Penggunaan bahasa normalnya tidak menunggu hingga akhir keseluruhan episode atau hingga akhir keseluruhan wacana sebelum mempertimbangkan fungsi-fungsi skemata dari informasi lokal atau umum. Salah satu kategori sebuah skemata sudah dirancang, pengetahuan tentang struktur skemata memungkinkan penggunaan bahasa untuk mengantisipasi informasi dalam teks yang kemudian akan merupakan fasilitas membaca dan memahami. Pengetahuan itu sendiri berhubungan dengan kontekstual dan struktur tekstual. Strategi skemata terdiri dari informasi budaya, konteks sosial dan interaksi, informasi pragmatik

 
 

Informasi Budaya

       Puisi, cerita, artikel psikologis, dan wacana ruang pengadilan merupakan tipe wacana yang memiliki karakteristik secara kultural bervariasi dalam peristiwa komunikatif. Aspek-aspek budaya dari wacana ini serta dasar strategi pemahaman yang terkandung di dalamnya mengungkapkan fakta-fakta tipe konteks, tipe teks dan skemata yang beragam menurut budaya. Dari studi etnografi komunikasi dan dari studi eksperimen menjadi jelas dalam skemata wacana-wacana tersebut memperlihatkan perbedaan budaya satu dengan budaya lainnya.

 
 

Konteks Sosial dan Interaksi

      Di luar kerangka budaya, pengguna bahasa berpastisipasi dalam peristiwa komunikasi lebih atau kurang dalam latar sosial yang disepakati. Fitur-fitur konteks interaksi secara sistematis berhubungan dengan struktur skemata wacana, contoh pengguna bahasa mungkin membuat inferensi tentang kategori-kategori skema aktual. Kendala interaksi yang sukses merupakan cerminan dalam kategori-kategori yang disepakati selama berlangsungnya pembicaraan. Jadi, tidak hanya konteks global tetapi juga skemata wacana bergantung pada properti-properti konteks sosial: pembicara mungkin akan menyarankan, menyemangati atau juga menyuruh pendengar..

 
 

Informasi Pragmatik

        Karena wacana sebagian besar menggunakan performansi tindak ujar, konteks interaksi memungkinkan inferensi tindak tutur yang ditampilkan oleh pembicara. Tidak hanya terdapat hubungan yang sistematis antara tindak ujar global dan isi semantik global tetapi urutan kategori skemata bergantung pada informasi pragmatik. Beberapa tipe teks tidak didefinisikan dalam term-term struktur gaya permukaan atau isi semantik dan skemata tetapi semua term-term pragmatik. Pada cerita hipotesis strategi secara sederhana bahwa episode pertama merupakan informasi yang dimilikinya pada latar. Apabila kalimat pertama cerita mendeskripsikan waktu, tempat, partisipan, situasi maka makroposisi pertama merupakan kategori latar. Dalam suatu percakapan memilki determinasi yang berlaku secara konvensi seperti menyapa pada permulaan dan harapan pada akhir pertemuan

 
 

 
 

Beberapa Skemata

 
 

        Sebelum menginjak pada skemata yang dikemukakan penutur asing yang belajar bahasa Indonesia terlebih dulu akan dikemukakan profil yang berhubungan dengan siswa tersebut. Darmasiwa yang belajar di Universitas Muhammadiyah Malang terdiri dari lima orang yang berasal dari Negara Finlandia, Australia, Jepang dan Madagaskar. Juha Joose Samuli adalah siswa dari Finlandia yang tengah menempuh perkuliahan di salah satu Universitas di Helsinski jurusan manajemen dan bekerja di sebuah counter Lo Real. Siswa yang berasal dari Australia terdiri dari dua orang, yakni Rachael Louise Ratican dan Katherine Purwanto. Rachael berasal dari Adelaide berayah Amerika dan beribu Australia. Katherine berasal dari Perth berayah Indonesia dan beribu Australia. Razafindrakoto Miora berasal dari Madagaskar yang berayah keturunan Kerajaan Majapahit dan Beribu dari Perancis bekerja di Kedubes RI di Madagaskar . Terakhir

Asuka Sasaki berasal dari Jepang yang bermukim di Hiroshima.

        Skemata yang dikemukakan mahasiswa meliputi materi yang disajikan dalam perkuliahan, yakni tentang pengemis, perlakuan pria pribumi terhadap wanita asing, pencopet, perlakuan pemerintah, lapindo, TKW, pergaulan intim, pakain dan jam karet.

 
 

Pengemis

        Konsep tentang pengemis beranjak dari penafsiran puisi "Kepada Peminta-minta" karya Toto Sudarto Bachtiar. Mereka tidak begitu kenal dengan pengemis karena di negara mereka kehidupan sosial relatif setara tidak ada kesenjangan sosial yang begitu jauh. Orang Finlandia berpendapat bahwa di negaranya tidak terjadi kesenjangan sosial yang begitu tajam karena adanya perbedaan pungutan pajak yang beragam berdasarkan tingkat penghasilan penduduk. Tiap warga dijamin bersekolah gratis hingga sarjana. Sebagian besar penduduk bekerja mulai usia 15 tahun, untuk laki-laki biasanya mereka bekerja di gudang sedangkan untuk perempuan biasanya mereka bekerja di toko sebagai pramuniaga. Ketika usia delapan belas mereka sudah mandiri, tinggal di apartemen dan hidup dengan pilihan sendiri. Upah minimum di Eropa 7 euro per jam. Di Australia tidak ada pengemis karena bagi warga yang tidak bekerja mendapat tunjangan dari pemerintah. Di Jepang tidak ada pengemis tetapi banyak yang bunuh diri karena banyak yang frustasi dengan sistem kerja yang diterapkan yang dimulai pukul 09.00 pagi hingga pukul 12.00 malam. Di Madagaskar tidak ada pengemis karena sebagian besar penduduk bekerja tetapi ada juga yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan yang ditempuhnya terutama kebanyakan dari mereka berstatus dokter, tetapi bekerja sebagai supir taksi.

        Berdasarkan informasi budaya yang disampaikan dalam bentuk tuturan secara suprastruktur tergambar bahwa orang Indonesia pada umumnya kurang biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan.

 
 

Perlakuan Pria Pribumi terhadap wanita asing

        Bagi siswa dari Finlandia dan Australia perlakuan penduduk terhadap mereka agak kasar karena sebagian besar pria yang duduk di jalanan berani menggoda sekalipun mereka tengah berjalan dengan pacar mereka. Di negara mereka hal itu tidak akan terjadi karena biasanya akan terjadi perkelahian antara teman pria dan si penggoda Orang Jepang dan Madagaskar tidak mengalami hal demikian.

       Orang Australia beranggapan bahwa orang Indonesia memiliki pandangan negatif terhadap orang bule karena berbagai tayangan tv yang menayangkan pakaian orang bule yang kurang sopan yang seolah-olah ada pencitraan bahwa orang bule dekat dengan pornografi. Orang Jepang menganggap dia tidak mengalami perlakuan yang tidak baik dari pria pribumi karena dia memiliki wajah yang mirip dengan orang Indonesia. Orang Madagaskar beranggapan perlakuan yang tidak baik dari pria pribumi bergantung pada sikap yang ditunjukan kita.

       Berdasarkan informasi budaya dan pragmatik yang dikemukakan tergambar bahwa skemata perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks.

 
 

Pencopet

       Pengalaman mereka terhadap pencopet atau penodong di Indonesia beragam Orang Australia menganggap bahwa pencopet lebih mendekati orang yang berkulit bule karena disangka mereka kaya dan tidak dapat berbahasa Indonesia sehingga tidak bisa melawan Orang Jepang dapat menegur pencopet ketika dia merasa dompetnya ada yang mengambil dari dalam tas tangan yang dia bawa. Orang Finlandia dapat menghadapi penodong dengan santai sewaktu dia berwisata ke Wonosobo.

       Dari penuturan dan informasi budaya yang diberikan dapat digambarkan skemata pencopet Indonesia menurut mereka kurang canggih. Dapat ditafsirkan para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu.

 
 

Kinerja Pemerintah

      Perlakuan pemerintah Indonesia terhadap darmasiswa plus tidak jelas. Mereka diperlakukan sebagai TKA dengan jam mengajar yang banyak dan pencairan beasiswa yang tidak lancar. Terhadap perlakuan yang adil tersebut mereka tidak mengetahui tempat untuk mengadu. Semua lembaga pendidikan yang dia hubungi baik di daerah maupun di pusat saling lempar tanggung jawab.

      Skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa pemerintah Indonesia kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus.

 
 

Lumpur Lapindo

       Orang Australia menganggap penanganan lumpur Lapindo dengan cara pendropan bola besar ke dalam pusat lumpur merupakan tindakan bodoh karena akan memunculkan semburan lumpur yang baru. Orang Australia yang lain percaya dengan ramalan cenayang Mamah Lauren yang mengatakan dengan adanya kasus lumpur Lapindo akan mengakibatkan Jawa Timur terpisah dari Pulau Jawa.

       Skemata tentang orang Indonesia yang tidak terlalu pintar kelihatannya begitu melekat sehingga dia tidak tahu bahwa penanganan lumpur Lapindo dengan menggunakan bola-bola beton itu dilakukan para pakar dari salah satu institut terkenal di Indonesia.. Untuk mengubah skemata tentang orang Indonesia yang tidak terlalu pintar perlu upaya memperkenalkan beberapa pakar Indonesia yang telah berhasil dengan berbagai penemuan yang telah mereka lakukan

 
 

TKI

      Pengiriman serta pelakuan TKI di Indonesia merupakan suatu masalah besar. Menurut orang Jepang kebiasaan itu tidak terjadi di negaranya, mereka memiliki kebiasaan mengirim warganya ke luar negeri dalam rangka tugas belajar. Orang Madagaskar menganggap pengiriman TKI terjadi karena Indonesia sering dilanda bencana.

Dari pernyataan mereka di atas tergambar skemata tentang TKI Indonesia memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas.

 
 

Pergaulan Intim

      Pembicaraan tentang pergaulan intim beranjak dari artikel Dr. Boyke yang berjudul "Hubungan Intim Pranikah Wajarkah?" Pergaulan intim dalam masa pacaran bagi orang Indonesia merupakan sesuatu yang tabu karena sebagian masyarakat Indonesia tidak dapat menerimanya. Di dalam artikel itu disebutkan bahwa kebiasaan hubungan intim sebelum nikah biasanya dilakukan para pria untuk mengetahui keperkasaannya dan setelah itu mereka akan meninggalkan pasangannya. Perlakuan yang demikian mengakibatkan kesengsaraan bagi sebagian besar para wanita. Bagi orang Finlandia, Australia dan Madagaskar , artikel itu bersifat kekanak-kanakan.. Orang Jepang tidak secara eksplisit mengatakan demikian tetapi dia berpendapat bahwa di Jepang subjek yang melakukan adalah berbeda. Di Jepang yang sering melakukan hubungan intim sebelum menikah adalah wanita. Secara umum pendapat mereka mengindikasikan bahwa bagi mereka moral sosial dalam pergaulan tidak menjadi ukuran tetapi yang menjadi ukuran adalah tingkat tanggung jawab pribadi.

       Skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesia dianggap tabu menurut mereka sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

 
 

Cara Berpakaian

      Orang Australia merasa tidak nyaman di Indonesia karena mereka tidak bebas berpakaian yang biasa mereka pakai di negaranya. Mereka heran dengan orang Indonesia yang tidak memberikan reaksi negatif terhadap penduduk dari bangsa lain yang menggunakan pakaian yang sama dengan mereka. "Kami telah berusaha menyesuaikan diri dengan orang Indonesia dengan memakai pakaian yang sopan tetapi orang Indonesia tidak berusaha menyesuaikan diri dengan kami dengan tetap tidak menghargai kami."

      Skemata tentang pakaian menggambarkan bahwa orang Indonesia kurang konsisten di dalam memandang cara berpakaian orang Australia.

 
 

Jam Karet

      Tentang jam karet yang berlaku dalam kehidupan orang Indonesia merupakan skemata yang umum dan ini juga diinformasikan mereka ketika mereka akan mengikuti lomba pidato di salah satu perguruan tinggi di Malang. Mereka mengatakan "Kegiatan dimulai pukul 08.00, tapi paling-paling jam 09.00 baru dimulai"

     Agar gambaran skemata yang telah dikemukakan para penutur asing si atas menjadi lebih jelas maka dapat dilihat pada tabel berikut ini.

No.

Materi

Skemata

1.

Pengemis

Orang Indonesia tidak biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan

2.

Perlakuan Pria Pribumi terhadap Wanita Asing

Perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks

3.

Pencopet

Para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu

4.

Kinerja Pemerintah

Pemerintah Indonesia yang kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus

5.

Lumpur Lapindo

Orang Indonesia tidak terlalu pintar.

6.

TKI

TKI Indonesia yang memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas

No.

Materi

Skemata

7.

Pergaulan Intim

Hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesiadianggap tabu sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

8.

Cara Berpakaian

Orang Indonesia kurang konsisten di dalam memandang cara berpakaian mereka

9.

Jam Karet

Orang Indonesia biasa dengan jam karet.

Tabel Skemata Penutur Asing terhadap Budaya Indonesia

 
 

 
 

Perubahan Skemata

 
 

       Skemata terhadap kesembilan materi yang dibicarakan di atas menunjukkan bahwa tidak selamanya skemata tersebut bersifat tetap. Dari kesembilan skemata tersebut ada yang bersifat tetap dan ada yang mengalami perubahan, yakni tujuh skemata yang bersifat tetap dan dua skemata yang mengalami perubahan. Tujuh skemata yang tidak mengalami perubahan setelah mereka menyelesaikan perkuliahan, yakni (1) skemata tentang orang Indonesia yang pada umumnya kurang biasa bekerja keras, penduduk kurang diperhatikan pemerintah baik dari segi kesejahteraan maupun pendidikan, (2) skemata perlakuan pria terhadap wanita terutama yang berkulit putih di Indonesia belum seimbang sehingga wanita masih dianggap sebagai objek seks, (3) skemata tentang para pencopet Indonesia tidak terlalu pintar sehingga tidak terlalu menakutkan dan dengan sedikit gertakan pencopet sudah berlalu, (4) skemata tentang pemerintah Indonesia yang kurang profesional di dalam menangani kegiatan darmasiswa plus, (5) skemata tentang orang Indonesia tidak terlalu pintar, (6) skemata tentang TKI Indonesia yang memiliki kehidupan yang menyedihkan karena SDM yang dimiliki Indonesia kurang berkualitas, dan (7) skemata yang diperoleh menggambarkan bahwa hubungan intim sebelum menikah yang di Indonesia dianggap tabu sebagai suatu sikap yang kekanak-kanakan.

      Adapun skemata yang mengalami perubahan adalah (1) skemata tentang cara pandang orang Indonesia terhadap cara berpakaian dan (2) skemata tentang kebiasaan jam karet. Skemata cara berpakaian mereka berubah setelah mereka berkunjung ke negaranya dan menganggap pakaian yang dipakai sebagian penduduk di negaranya tidak sopan seperti yang ditayangkan di televisi maupun yang dikenakan saudara mereka. Skemata tentang kebiasaan jam karet berubah karena praduga mereka tidak terjadi. Lomba pidato yang dikhawatirkan akan dilaksanakan molor ternyata tepat waktu. Demikian juga dengan ketepatan waktu pada pelaksanaan proses belajar mengajar yang mereka ikuti.

 
 


 

TEORITIS


 

Strategi Penelitian 


 


Berdasar ciri-ciri penelitian ini dan memperhatikan fokus kajian penelitian ini, maka orientasi teoritis atau perspektif teoritis yang digunakan adalahfenomenologis sebagaimana dikemukakan oleh Meltzer, Petras, dan Reynold (dalam Bogdan dan Biklen, 1982: 31) bahwa semua peneliti kualitatif dalam beberapa hal mencerminkan perspektif-fenomenologis. Artinya peneliti akan berusaha memahami apa makna kejadian dan interaksi bagi orang biasa pada situasi tertentu, di mana dalam hal itu terdapat pengarah tradisi Weber yang menekankan verstehen yakni pemahaman menurut tafsiran atas interaksi orang-orang. Untuk itu peneliti di dalam memahami obyek akan membuat tafsiran skema konseptual terlebih dulu (Bogdan dan Biklen, 1982: 3l).

Menurut Vredenbregt (1987:13) pendekatan verstehen pada tahap eksploratif peneliti harus memiliki pengertian yang dalam mengenal norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku bagi kelompok yang diteliti, sehingga peneliti tidak keliru menafsirkan makna obyek yang diteliti. Singkatnya dalam pendekatan verstehen ini, peneliti berusaha memahami pemahaman komunitas yang diteliti dengan tetap menyadari latar belakang kultural maupun latar belakang akademis peneliti sendiri. Dengan demikian, pendekatan verstehen ini harus ditemakan dari integrasi data yang ada, dan pengertian itu harus dapat dimengerti baik oleh komunitas yang diteliti maupun oleh peneliti sendiri (Glaser dan Strauss, 1967: 34-35).

Kedudukan Teori

    Dilihat dari aspek aksiologi tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan berbagai teori (Ahmad Tafsir, 2006).

    Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung. Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan 'mengapa'.

    Penelitian kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya dan dapat disusun pada waktu penelitian berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki atau bahkan ditolak

Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substantif dan teori formal (Lexy J. Moleong, 1989 dan Mubyarto, et al, 1984). Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.

    Unsur-unsur teori meliputi (a) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya dan (b) hipotesis atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasan serta integrasi. Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasannya (property) adalah aspek atau unsur suatu kategori. Yang perlu ditekankan dalam penelitian kualitatif, bahwa status hipotesis ialah suatu yang disarankan, bukan sesuatu yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya. Jadi, dengan demikian peneliti sejak awal penelitian lapangan akan menjadi aktif menyusun hipotesis dalam rangka pembentukan teori. Keaktifan tersebut mencakup baik penyusunan hipotesis baru maupun verifikasi hipotesis melalui perbandingan antar kelompok.

    Contoh unsur-unsur teori menurut jenis teori substantif maupun teori formal dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel. 3. Unsur-usur Teori dan Contoh-contohnya

Unsur Teori 

Jenis Teori 

 

Substantif 

Formal 

Kategori 

Kerugian masyarakat karena kematian pasien 

Nilai sosial sesorang 

Kawasan Kategori 

Menghitung kerugian masyara-

kat atas dasar cirri pasien yang jelas dan dipelajari 

Menghitung niali social seseorang atas dasar ciri-ciri yang jelas dan dipelajari 

Hipotesis 

Makin tinggi kerugian masyarakat dari pasien yang meninggal,

  1. makin baik perawatannya
  2. makin banyak perawat yang mengembangkan alas an kematian untuk menjelaskan kemati-nnya 

Makin tinggi nilai masyarakat sesorang, makin kurang penundaan pelayanan yang diterimanya dari para ahli


 

Sumber : Glaser dan Strauss, 1980 dalam Lexy J. Moleong, 1989


 


 


 

Observasi
Definisi dan deskripsi umum

  • Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
  • Sebagai metode yang paling dasar dan paling tua, dasar karena dalam setiap aktivitas psikologi ada aspek observasi
  • Semua bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif mengandung aspek obsevasi
  • Dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister, 1994)


 


 

PENGERTIAN

  • Observasi

    Metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti

  • Pengertian sempit

    Pengamatan secara langsung terhadap gejala yang diselidiki baik dalam situasi alamiah maupun situasi buatan

  • Pengertian luas

    Termasuk pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut.


 

TUJUAN OBSERVASI
mendeskripsikan seting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati.


 

PENTINGNYA OBSERVASI, Patton (1990)

1. peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks

2. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientsai pada penemuan daripada pembuktian, dan mendekati masalah secara induktif. Pengaruh konseptualisasi (yang ada sebelumnya) ttg topik yang diamati berkurang

3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang oleh partisipan kurang disadari atau partisipan kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu

4. Memperoleh data tentang hal-hal yang tidak diungkapkan secara terbuka dengan wawancara

5. Mengatasi persepsi selektif dan peneliti dapat bergerak lebih jauh

6. Memungkinkan peneliti merefleksi & bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan.
Impresi & perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami fenomena

    

APA YANG DIOBSERVASI

  • Berdasarkan tujuan / variabel yang menjadi target
  • Ekspresi verbal, non verbal, respons verbal/non verbal/perilaku terhadap stimulus, atau kemunculan indikator khusus
  • Level observasi dapat aspek khusus dari perilaku, individu, kelompok, dan situasi/proses
  • Waktu (kapan, kecepatan, durasi), lokasi (tempat), penampakan eksterior (cara jalan, berpakaian), gaya bahasa (intonasi, pilihan kata)

Webb dkk (1966) & Denzin (1970)

  • Yang diobservasi :
  • Exterior physical signs : pakaian, gaya rambut, sepatu, tato, rumah, perhiasan dll
  • Expressive movements : gerakan-gerakan tubuh seperti gerakan mata, wajah, postur, lengan, senyum, kerutan dahi dll
  • Physical location : perhatikan personal space dan lingkungan fisik
  • Language behaviour : menyilangkan kaki dll
  • Time duration
  • Diterapkan pada kelas sosial, status, jender, dan sikap sosial

ETIKA OBSERVASI

  • Privacy subjek
  • Keamanan subjek
  • Persetujuan subjek
  • Perlindungan terhadap kenyamanan dan keamanan
  • Proses diseminasi informasi kepada para profesional dan komunitas ilmuwan
  • Pencegahan kecuragan dan penipuan terhadap subjek, kelompok atau masyarakat
  • Penggunaan oleh dirinya dan pihak lain dengan maksud negatif

    Pertimbangan diatas diterapkan pada 3 tahap penelitian yaitu rencangan penelitian, proses di lapangan, dan penulisan-publikasi