Selasa, 13 Juni 2006
Profesor Bukan "Gelar'' Akademik
Kapan waktunya seorang profesor tetap dibolehkan menggunakan kata "Prof" di depan namanya. Kerancuan ini antara lain
dipicu antara lain oleh pewisudaan 148 tenaga peneliti yang telah mencapai Ahli
Peneliti Utama dalam lingkungan Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) awal Januari lalu. Tidak jarang di kalangan akademik sendiri ada yang
beranggapan bahwa profesor adalah gelar akademik tertinggi di PT, bahkan
Mendiknas Prof Dr Bambang Sudibjo, entah keseleo atau wartawan yang sala
h kutip dalam satu wawancara juga menyebut ''gelar Profesor'' (Tempo, April
2006). Di kota-kota besar juga sering kita temukan nama jalan atau gedung
dengan nama-nama orang ternama yang sudah almarhum seperti Jalan Prof Muhammad Yamin SH, RSU Prof Dr Yulianto Saroso (RS untuk penanganan kasus Flu Burung Jakarta), bahkan Jalan di Kampus Unri Binawidya Panam juga ada Jalan Prof Dr. Mukhtar Luthfi (almarhum).
Berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
universitas, institut, atau sekolah tinggi dapat mengangkat Guru Besar atau
Profesor. Seorang dapat diangkat dalam jabatan akademik profesor adalah dosen
yang memiliki kualifikasi doktor (UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen).
Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi
yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
Profesor mempunyai kewajiban
khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebar luaskan gagasannya untuk
mencerahkan masyarakat.
Jelas kiranya, bahwa Guru Besar atau Profesor bukanlah gelar akademik tertinggi tetapi adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
yang mengajar di lingkungan perguruan tinggi yang diakui pemerintah dan
masyarakat serta melaksanakan ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi (mengajar,
meneliti dan mengabdi kepada masyarakat).
Itulah sebabnya Surat Keputusan
Bersama Nomor 128/2004 antara Menteri Negara PAN, Menteri Pendidikan Nasional
dan Menteri Riset dan Terknologi tentang Jabatan Fungsional Peneliti dalam bentuk
pemberian (gelar?) Profesor Riset bagi para peneliti APU pada LIPI yang hanya
melakukan penelitian, saat ini dipersoalkan oleh kalangan perguruan tinggi
(Forum Rektor) dan diusulkan untuk dicabut.
Batas usia pensiun Profesor adalah 65 tahun, dan dapat diperpanjang
sampai usia 70 tahun setelah memenuhi persyaratan dan tata cara perpanjangan
usia pensiun. Antara lain syaratnya adalah harus memiliki gelar doktor
(Permendiknas No 27/2005).
Profesor yang telah mengakhiri masa jabatannya dapat diangkat kembali menjadi Profesor Emeritus di PT yang bersangkutan sebagai penghargaan istimewa dari Senat PT. Bahkan seorang Profesor yang memiliki karya
ilmiah yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan
internasional dapat diangkat menjadi Profesor Paripurna.
Sebutan Profesor atau guru besar, hanya dipergunakan selama yang
bersangkutan masih aktif bekerja(sebagai pendidik/pengajar) di PT nya (UU No
20/2003/SISDIKNAS).
Sedangkan Profesor yang dipekerjakan di PT Swasta yang
diakui pemerintah untuk dapat diperpanjang usia pensiun dan diangkat menjadi
Profesor Emeritus harus diusulkan oleh PT nya kepada Mendiknas melalui Kopertis
dengan persyaratan dan tatacara pengusulan seperti yang berlaku pada PT Negeri.
Karenanya seorang Profesor yang telah pensiun, secara akademik tidak berhak
lagi menuliskan kata ''Prof'' di depan namanya, apalagi untuk nama jalan
ataupun nama sarana lainnya. Bahkan ada profesor yang karena kesibukannya
bertugas sebagai birokrat sehingga tidak ada waktu untuk melaksanakan Tri
Dharma PT, yang bersangkutan menanggalkan sebutan Profesor di depan namanya.
***
Adnan Kasry, Guru Besar Manajemen Sumberdaya Perairan dan dosen Ilmu-ilmu
Lingkungan Program Pasca Sarjana Univeritas Riau
[Non-text portions of this message have been removed]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar